Mati Tertawa Ala Investor

Sewaktu saya SMP dulu, ada sebuah seri buku kumpulan humor yang cukup populer dan bisa ditemukan dengan mudah di berbagai toko buku. Buku tersebut adalah buku seri “Mati Tertawa ala ……..”, misalnya saja Mati Tertawa ala Rusia, Mati Tertawa ala Amerika, ataupun Mati Tertawa ala ABG, dan lain sebagainya. Karena saya termasuk salah seorang yang menyukai humor, saya pun cukup gemar mengikuti buku-buku seri tersebut. ‘Terinspirasi’ oleh buku seri tersebut, artikel ini pun akhirnya saya namakan ‘Mati Tertawa Ala Investor’.

Jadi apa yang membuat saya (hampir) mati tertawa?

—–oOo—–

Pagi ini, saya bersama keluarga sedang menikmati makan pagi di salah satu hotel di Jakarta. Sambil menikmati kopi, saya pun mulai membuka koran Kompas yang saya bawa dari kamar hotel. Di salah satu halaman harian tersebut, saya menemukan artikel karya Adler Haymans Manurung. Bagi yang tidak mengenal nama ini, Adler ini adalah seorang praktisi Pasar Modal dan Pengajar di beberapa Universitas terkemuka. Dia juga telah menulis beberapa buku, antara lain “Reksadana Investasiku”, dan”Financial Planner: Panduan Praktis Mengelola Keuangan Keluarga”.

Artikel Adler sendiri di Kompas hari ini cukup menggelitik rasa ingin tahu saya. Judul artikel tersebut adalah “Bermain Saham Gorengan”. Karena penasaran apa pendapat Adler tentang ‘bermain saham gorengan’, saya pun mulai membaca artikel tersebut. Tetapi begitu membaca beberapa paragraf, saya pun tersedak kopi saya karena kaget dengan tulisan Adler tersebut. Berikut saya kutip beberapa bagian dari artikel tersebut : (artikel tersebut bisa dibaca lengkap di sini)

Saham goreng-gorengan dapat diperhatikan ketika bursa mulai buka. Tiga puluh menit pertama saham ini sangat bergejolak dan bisa membuat investor ketakutan. Harga saham turun tajam mendekati batas suspens saham dan bergerak lagi naik menuju suspens batas atas saham tersebut. Investor yang sudah sering bertransaksi saham, bahkan yang suka berjudi, sangat cocok memerhatikan saham ini karena memberi keasyikan sendiri.

Investor yang bertransaksi di bursa sering kali mendengar rumor yang membuat harga saham bergerak naik atau turun. Bahkan, ada investor hanya mengandalkan rumor untuk mendapat keuntungan dalam bermain saham di bursa.

Investor yang piawai dan sangat mengenal berinvestasi dan bertransaksi saham di bursa sering juga bertransaksi menggunakan margin. Artinya, investor bisa membeli saham beberapa kali dari dana yang dimiliki.

Bila investor melihat harga drop 20 persen dan tidak ada kejadian atau rumor jelek beredar yang membuat harga lebih jatuh esok harinya, investor ancang-ancang untuk beli. Kemudian, ketika saham ini naik tajam lagi dan melebihi 15 persen dari harga sehari sebelumnya, investor sudah saatnya keluar dan dapat merealisasikan keuntungan yang tinggi. Bila tindakan ini dilakukan dengan jumlah besar dan tepat, investor akan memperoleh untung besar dan bisa memberikan dana pensiun investor sehingga investor bisa bebas dari masalah finansial.

Kalau seseorang mengatakan kepada anda, bahwa ia:

  • Merasa takut karena saham yang dibelinya bergejolak dalam 30 menit pertama bursa dibuka.
  • Hanya mengandalkan rumor untuk mendapatkan keuntungan dalam ‘bermain’ (???) saham di bursa.
  • Membeli saham ‘gorengan’ beberapa kali lipat dari dana yang ia miliki, dengan menggunakan margin.
  • Membeli saham hanya karena harga saham tersebut hari ini sudah turun 20% dan tidak ada kejadian atau rumor jelek beredar yang bisa membuat harga saham tersebut LEBIH turun lagi BESOK.
  • Membeli saham hari ini, dan berharap bisa menjual saham tersebut besok……

maka apakah yang akan ada di kepala anda? Apakah orang tersebut adalah seorang Investor atau Spekulator (tanpa ia sadari)? Apakah yang dilakukan orang tersebut merupakan Investasi atau Spekulasi? Apakah benar dengan cara seperti ini, seseorang bisa mendapatkan “kebebasan finansial”? Atau malahan kemungkinan besar ia akan terkena “malapetaka finansial” (cepat atau lambat)?

—–oOo—–

Membaca apa yang ditulis oleh Adler tersebut, mau tidak mau saya kembali teringat kepada tulisan Ben Graham di bab I “The Intelligent Investor”. Dalam bab tersebut, Graham menulis tentang keadaan di Amerika pada tahun 1970-an :

Media massa pada saat ini menggunakan kata “investor” dalam hal-hal ini, karena pada saat ini di Wall Street, setiap orang yg membeli atau menjual saham telah dianggap sebagai investor, tanpa memperdulikan apa yang dia beli, harga belinya, ataupun metodenya (cash atau margin)

Yang membuat saya ‘tertawa’ (miris), adalah karena apa yang sedang terjadi di negara kita ini adalah apa yang justru dikritik oleh Graham pada waktu itu. Kata ‘Investor’ dan ‘Investasi’ diobral dengan mudah, seperti yang bisa terlihat dalam artikel Adler tersebut, meskipun praktek-praktek yang disinggung itu adalah justru praktek spekulasi. Jika seorang Adler Haymans Manurung (yg konon kabarnya kerap dicap sebagai “bapak Reksadana Indonesia”) saja tidak membedakan antara Investasi dan Spekulasi, bagaimana dengan khalayak umum?

Jika masyarakat beramai-ramai melakukan apa yang diceritakan oleh Adler dalam artikelnya tersebut, maka di masa depan (cepat atau lambat), saya pasti akan terpaksa menulis artikel dengan judul “Mati Menangis Ala Spekulator” karena banyaknya orang yang ‘mati’ akibat spekulasi seperti ini.

—–oOo—–

Pada akhir artikel ini, saya pikir mungkin ada baiknya saya membagi sebagian dari apa yang telah dituliskan oleh Ben Graham dalam bab I “The Intelligent Investor”. Bab ini merupakan salah satu bab favorit saya. Dengan membaca tulisan Graham tersebut, mudah-mudahan anda bisa lebih mengerti apa yang ingin saya sampaikan dalam artikel ini.

PS: Ini merupakan terjemahan yang saya lakukan sendiri dari buku The Intelligent Investor bahasa Inggris, Revised edition. Mungkin akan sedikit berbeda dibandingkan jika anda membaca versi Indonesia buku tersebut. Dalam melakukan terjemahan/rangkuman ini, saya akan selalu berusaha untuk memakai terjemahan  langsung, tetapi jika saya merasa terjemahan langsung akan sulit dimengerti oleh banyak orang, saya akan menggunakan bahasa yg lebih sederhana. Saya juga akan membuang beberapa kalimat ataupun paragraph yg saya rasa agak repetitive ataupun tidak terlalu penting.

—–oOo—–

THE INTELLIGENT INVESTOR

Ben Graham

BAB I: Investasi versus Spekulasi


Apa yg dimaksud dengan “investor”? Dalam buku ini, kata “investor” akan dipakai secara  berlawanan dari kata “Spekulator”. Dalam buku kami “Analisa Sekuritas” (1934), kami mencoba memformulasikan perbedaan keduanya sebagai berikut :

Investasi adalah sebuah operasi yang, melalui analisa yg mendalam, menjanjikan  keamanan modal pokok dan juga tingkat pengembalian (return/hasil) yg LAYAK.  Operasi yang tidak memenuhi persyaratan di atas adalah spekulasi.

Meskipun kami telah berpegang kepada definisi di atas selama masa 38 thn (1934-1972), selama periode ini ada suatu perubahan radikal yg terjadi dalam penggunaan kata “Investor”. Setelah periode 1929-1932, (Edison: Bursa saham USA rontok pada masa tersebut) masyarakat secara luas menganggap bahwa semua saham itu bersifat spekulasi. Seorang pakar ekonomi pada saat itu bahkan menyatakan bahwa hanya obligasi yang pantas disebut sebagai investasi dan hanya pembeli obligasi yg pantas disebut “investor”.  Pada saat itu definisi investasi kami dianggap terlalu “longgar”.

Pada saat ini (1972), keadaannya justru terbalik. Kami ingin melindungi para pembaca dari penyalah-gunaan kata “investor”, dimana trend pada saat ini adalah semua orang yg ‘bermain’ di pasar saham disebut “investor”. Dalam edisi terdahulu buku ini, kami ada  mengutip sebuah artikel dalam jurnal finansial terkemuka terbitan Juni 1962: “Investor kecil Bearish, Mereka melakukan short-selling saham”. Kini pada Oktober 1970, jurnal yang  sama memuat sebuah artikel tentang “Reckless investor/Investor gegabah yang mulai membeli saham”.

(Edison: “Bearish” adalah kondisi dimana para pelaku dalam pasar saham itu pesimis dan berpendapat bahwa saham akan turun. Kebalikan dari ini adalah “Bullish”. Short-sell secara sederhana adalah praktek dimana seseorang yg “bearish” itu meminjam saham dari orang lain (dgn membayar fee), lalu menjual saham itu dengan harapan harga saham itu di kemudian hari akan turun. Jika itu terjadi, dia bisa membeli kembali saham itu dengan harga lebih murah utk dikembalikan ke pemilik saham. Selisih antara harga jual (tinggi) dengan harga beli  (rendah) ini menjadi keuntungan bagi si short-seller itu.)

Kedua artikel di atas melukiskan kekacauan dalam penggunaan kata “investasi” dan “spekulasi” selama ini. Bandingkan definisi “investasi” kami dengan perilaku masyarakat di atas. Bagaimana suatu operasi bisa dikatakan sebagai “investasi” bila dilakukan oleh orang yg tidak berpengalaman, yang bahkan tidak memiliki barang yg dia jual, dan hanya berdasarkan kepada keyakinan emosional (firasat) bahwa dia akan bisa membeli kembali barang yg dia jual dengan harga yg lebih murah? (Kami ingin mengingatkan kembali bahwa pada tahun 1962 itu, pasar telah jatuh sangat rendah dan justru akan kemudian naik dengan drastis. Masa itu adalah masa paling salah utk melakukan “short-sell”)

Artikel kedua yg memakai kata “investor gegabah” itu juga bisa ditertawakan karena kontradiksi (pertentangan) diantara kedua kata tersebut. Ini sama halnya seperti jika kita berkata “orang hemat yang boros”.

Media massa pada saat ini menggunakan kata “investor” dalam hal-hal ini, karena pada saat ini di Wall Street, setiap orang yg membeli atau menjual saham telah dianggap sebagai investor, tanpa memperdulikan apa yang dia beli, harga belinya, ataupun metodenya (cash atau margin). Bandingkan kondisi ini dengan kondisi pada tahun 1948, dimana dalam suatu survey, 90% orang mempunyai pandangan negatif tentang saham, dengan berbagai alasan spt “tidak aman”, “spekulatif”, “spt judi/gambling” dan “tidak paham tentang saham”.

Sangat ironis (meskipun tidak mengherankan) bahwa saham justru dianggap “spekulatif” di saat mereka dijual dengan harga yg sangat murah dan “atraktif”. Ironis juga bagaimana sebaliknya justru ketika saham naik ke tingkat harga yg tinggi (mahal) dan “berbahaya”, saham justru dianggap sebagai “investasi” dan semua pembeli saham disebut sebagai “investor”.

Pembedaan antara “investasi” dan “spekulasi” adalah sesuatu yg sangat penting, dan semakin menghilangnya pembedaan ini merupakan sesuatu yg sangat mengkhawatirkan. Kami sering berkata bahwa Wall Street sebagai suatu institusi seharusnya membedakan “investasi” dan “spekulasi” dan menginformasikan perbedaan keduanya kepada publik. Jika tidak, suatu hari, bursa saham bisa disalahkan atas kerugian spekulatif yang besar, yang diderita oleh orang-orang yang tidak diperingatkan tentang perbedaan antara investasi dan spekulasi.

Kami percaya bahwa pembaca buku ini akan mendapatkan sebuah gambaran yg cukup jelas tentang resiko-resiko yg terkait dalam investasi saham. Resiko ini merupakan bagian yg tidak terpisahkan dari peluang Profit/Untung yang ditawarkan, dan harus menjadi bagian dari perhitungan kita.

Seorang investor harus mengenali bahwa di sebagian besar waktu, akan ada faktor spekulatif dalam investasi saham. Tugas seorang investor adalah menjaga agar komponen spekulatif ini di tingkat yg minimum, dan mempersiapkan diri secara finansial dan psikologis utk hasil yg buruk, yg mungkin saja hanya sementara, ataupun juga berlangsung agak lama.

Suatu catatan penting, yaitu kita harus membedakan antara spekulasi saham murni dengan faktor spekulatif yg terkandung dalam hampir setiap saham. Spekulasi murni bukanlah sesuatu yang illegal atau juga immoral, tetapi juga biasanya tidak membuat dompet anda lebih tebal (bagi kebanyakan orang).

Seperti halnya di dunia ini ada “Intelligent Investing” (Investasi dengan cerdik), ada juga “Intelligent Speculation” (Spekulasi dengan cerdik). Tetapi ada banyak kondisi dimana spekulasi itu menjadi sesuatu yg “tidak cerdik” (BODOH). Kondisi-kondisi itu terutama :

  1. Berspekulasi dengan berpikir bahwa anda sedang berinvestasi (Tidak sadar kalau sebenarnya sedang berspekulasi).
  2. Berspekulasi secara serius (bukan sbg “hiburan”), padahal ilmu, pengetahuan dan kemampuannya tidak mencukupi utk itu.
  3. Berspekulasi dalam jumlah yang terlalu besar, padahal sebenarnya kita tidak mampu utk kehilangan uang sejumlah itu.

Dalam pandangan kami, setiap non-profesional yang ber”main” saham dengan margin (Edison: secara sederhana, membeli dengan margin itu berarti membeli saham dengan meminjam uang dari broker), harus sadar bahwa sebenarnya dia itu berspekulasi (atau lebih parah lagi berjudi). Demikian juga  dengan orang-orang yg membeli saham yang sedang “hot” tanpa analisa.

Spekulasi memang mengasyikkan, terutama jika kita sedang menang. Jika anda ingin mencoba keberuntungan anda, pisahkan sebagian uang anda -semakin sedikit semakin baik- sebagai dana utk spekulasi. Jangan pernah menambahkan uang ke dalam dana ini hanya karena anda sedang menang. Itu justru saatnya untuk menarik sebagian uang dari dana spekulasi tersebut. (Edison: Terlebih lagi jika kita kalah….jangan kita justru menambah uang utk spekulasi ini).

Jangan pernah mencampurkan dana utk investasi dan dana utk spekulasi anda! Juga jangan pernah mencampurkan investasi dan spekulasi dalam otak anda!

102 Comments

Filed under -INVESTASI vs SPEKULASI-

102 responses to “Mati Tertawa Ala Investor

  1. menurut saya, perbedaan investasi dan spekulasi sangat tipis. Terkadang saya merasa melakukan investasi, tapi ternyata sedang spekulasi.

    dalam dunia saham, hal-hal apa yang harus kita lakukan agar apa yang kita lakukan adalah investasi, bukan spekulasi?

    • bagi saya, antara investasi dan spekulasi udah agak “terang”, terutama setelah baca-baca blog ini. hehehe…

    • jemmy

      T: dalam dunia saham, hal-hal apa yang harus kita lakukan agar apa yang kita lakukan adalah investasi, bukan spekulasi?
      J: di dunia ada yang disebut risk managemen meliputi hedging, cut lost, dll.
      saran saya kalau Anda ingin berinvestasi di bidang saham benar2 sebagai INVESTOR(bukan spekulator), sebaiknya Anda belajar dahulu lewat orang yang Anda kenal bekerja sebagai pialang di bursa saham DAN membeli buku yang mengajarkan tentang investasi saham.

      • konobe

        hmm.. agak sedikit ga setuju. Saya punya kenalan pialang di bursa, dan dia juga beli buku tentang investasi saham. Ilmunya buaaannyaaakkk. Tapi tetep aja, kalo pake definisi graham tentang Investor vs Spekulator, dia masuk kategori spekulator 🙂

  2. putrie_kmps

    2 artikel terakhir di blog ini kembali mengingatkan kita apa arti investasi, tidak mudah untuk melaksanakannya jika mental kita masih belum kuat menghadapi segala godaan yang pasti akan ditemui dalam berinvestasi.
    Jadi mau baca ulang lagi buku “The Intelligent Investor”

  3. alinaprimasari

    Artikelnya ditulis pagi hari di hari Ulang Tahun yang dirayakan bersama keluarga di hotel ya bung.
    Sekali lagi para pembaca blog diingatkan dalam artikel ini.
    Happy Birthday Bung atas ultahnya kemarin.
    Ayo-ayo pada minta traktir.

  4. Asik-asik ada temen yg bisa belajar Ben Graham bareng karena materinya udah ada di JS. soalnya kmrn baca bukunya ga abis-abis sampe botak kepala bacanya. berikutnya bab 2 dst ya bro. jadi tinggal contek, dasar males baca 🙂

  5. Jangan pernah mencampurkan dana utk investasi dan dana utk spekulasi anda! Juga jangan pernah mencampurkan investasi dan spekulasi dalam otak anda!

    Bagus nih kutipannya, dicontek ah.

  6. san

    Iya….. jadi malu sendiri karena berkali-kali mencari tau tentang info ini dan itu tentang berbagai instrumen investasi tapi kadang masih bingung membedakan mana spekulasi dan mana investasi kalo diberikan tawaran “investasi”. Untungnya keseringan mangkal di Blog ini jadi bisa sedikit punya gambaran aga jelas untuk bisa membedakan. Semalem sempat terlibat diskusi singkat dengan agen spekulasi (versiku) yang ngotot bilang “investasi”. Sebelnya lagi dia dan beberapa orang yang pernah kasih penawaran lain(termasuk cs bank saat kasih penawaran) suka banget bilang “saya juga pake “investasi” ini lho mba… dan sejauh ini hasilnya memang luar biasa” Wedew…!! kan kata Om Ben “return yang layak, bukan luar biasa…” 😀

    Wah.. kenapa acara Griya Asihnya akhir bulan ya…. Coba aga cepetan, jadi bisa bareng ma perayaan ultah bro Edison… 🙂

    • Untungnya keseringan mangkal di Blog ini jadi bisa sedikit punya gambaran aga jelas untuk bisa membedakan
Mangkal San? Emang kita tukang ojeg ya? 🙂

  7. andri

    gak heran bos, org sekelas latulihin aja masih maen TMPI 😀

  8. konobe

    haha, baru baca nih Bro. Wah, iya, ternyata nama orangnya disebut dengan jelas 😀

    Hmm, memang aneh sih. Padahal kalau mau dipikir dengan akal sehat, dari namanya juga udah jelas “gorengan”. Alias buat “dimainin”. Knapa juga masih disebut investor. Atau terlalu takut untuk bilang “spekulator”? Hmm… ^^;;

  9. Rina DL

    Jadi inget liat Adler di TV One sama Aidil Akhbar…keliatan banget deh karakternya… Untung saya udah gk suka gorengan… ngebayangin saham gorengan aja pusing..

  10. aku suka gorengan, tapi kalo makan kebanyakkan ntar batuk2. (gorengan gehu maksudnya) 🙂

  11. toto_lutu

    tendangan 12 pas..!!

  12. maksudnya apa sih tendangan 12 pas!! gk ngerti euy

  13. Blazy DK

    Sangat ironis (meskipun tidak mengherankan) bahwa saham justru dianggap “spekulatif” di saat mereka dijual dengan harga yg sangat murah dan “atraktif”. Ironis juga bagaimana sebaliknya justru ketika saham naik ke tingkat harga yg tinggi (mahal) dan “berbahaya”, saham justru dianggap sebagai “investasi” dan semua pembeli saham disebut sebagai “investor”.
    ini kutipan mantabz abisss,saat nembus all time high saham makin dibeli
    saat bearish pada ketakutan,dan akhirnya rasa takut n tamak lagi2 bs ditawarkan dr DCA,hahaha

  14. Abdul Cholik

    saya kehilangan 100 juta krn serakah.kini dia dia ditahan oleh polri.gak tahu nasib dia dan nasib para nasabahnya. Moga dia diampuni Tuhan dan yg serakah juga diampuni Tuhan. Uang yg hilang jangan harap kembali.Ikhlaskan saja,itung2 ngurangi dosa.
    Artikel cakep dan nambah wawasan.
    Sukses.Thanks

  15. Elki

    Bro… sekali-sekali nulis di surat kabar dong… biar masyarakat lebih luas melek bedain investasi dan spekulasi…..

    • wah, ide bagus tuh…
      selain ngasih pencerahan dan memberi keseimbangan pemikiran antara spekulasi dan investasi, juga honornya lumayan, khan..
      hehehe…

      ibaratnya sekali merengkuh dayung dua tiga hari capeknya enggak ilang-ilang…
      hua ha ha ha ….

  16. Doktor Adler…..
    doktor aja kyk gitu, gimana yg gak sekolah?
    emang benar kata buku2 investasi (yg beneran)
    investasi g ada hubungannya sama kecerdasan. yg penting realistis dan bersabar.
    yg perlu ditanyain sam DR Adler adalah, kalo kita cuan dari saham gorengan, duitnya dari mana? kalo menurut saya duitnya ya berasal dari spekulan yg telat masuk, yg akhirnya gigit jari menyaksikan nilai “investasi”-nya makin turun.

  17. bfinance

    Mungkin yang dimaksud adalah trader atau “investor” (dalam tanda kutip).

    Trader senjatanya TA, investor dgn FA.

    cmiiw…

    • emang ga bisa ya pake 2 senjata itu? kan makin ampuh.

      • @bfinance,

        artikel itu harusnya dikoreksi, semua kata investor, diganti dengan kata spekulator 🙂 Jangan pakai kata Investor, bahkan jika pakai tanda kutip sekalipun 🙂

        @Felicia,

        Kalau dalam Value Investing, Technical Analysis itu bukan senjata, tapi racun…. Kalau mau dibilang senjata, namanya Senjata Makan Tuan 🙂

  18. 2easy4bee

    hmm…….spekulan & investor. bagi saya kedua hal tersebut baek. Asalkan kita sadar kapasitas kita saat kita memilih salah satu option tersebut (spekulan/investor)

    yang cilakanya adalah jika kita merasa/berpikir sebagai seorang investor padahal kita bertindak seperti layaknya s’org speculator. atau lebih parahnya menjadi s’org investor “kecilakaan”

    Menurut saya kalo jadi investor harus pake senjata “FA” full details, kalo jadi spekulan/trader pake FA untuk menetukan jenis “barang”nya dan pake TA untuk menentukan “moment”-nya

    utk yg suka TA hati2 :
    “dont try to catch a falling dagger, it will hurt u sometimes”

    Learn before you earn

  19. Tom

    Trus gimana melakukan Fundamental Analysis? Coba dong, diterangin… 🙂 Minta contoh FA-nya.

    Imho, DCA adalah TA juga. Cuma TA yang sangat defensive. Teknik DCA sebenarnya berdiri di atas asumsi (TA) bahwa dalam long-run, market selalu akan naik. Sehingga strategi diversivikasi dan pembelian rutin di-tujukan agar pelaku DCA mampu bertahan untuk long-run.

    Jadi TA juga seperti kolesterol, ada yang baik juga. 🙂

    Saya rasa, yang melakukan DCA belum layak disebut investor.

    Aspek mana di bawah ini yang memasukan DCA dalam kriteria investasi Ben?
    – Analisa Mendalam?
    Gak ada tuh.
    – Keamanan Modal Pokok?
    Adakah? Katanya yang pasti itu “pasti tidak ada”
    – Tingkat return yang layak.
    Layak itu berapa?

    Saya bukan pendukung spekulasi, namun definisi “investasi” Ben Graham menurut saya juga tidak real. Value Investing sebenarnya hanya dapat berjalan di model world-market kapitalis yang mayoritas pelaku pasarnya spekulator. Ironis ya?

    Di sosialis/komunis, akan lebih susah. Anda mau DCA di dunia yang sering berganti rejim?

    Dan ada satu hal yang luput dari kriteria Ben. Sifat manipulatif dan kejahatan manusia. Apakah reputasi dan kredibilitas auditor adalah absolut? Contoh kasus sudah banyak.

    He-he, ini cuma fiksi saja ya, iseng-iseng. Jangan ditanggepin terlalu serius.. Peace. Viz.

    • DCA tidak ada hubungannya dengan TA 🙂

      Premis dasar DCA saham itu sebenarnya sederhana:
      1. Orang akan selalu berbisnis
      2. Menjadi pemilik bisnis yang baik merupakan salah satu jalan yang sudah terbukti untuk meningkatkan kemakmuran kita. Tentunya bisnis ini bisa kita mulai sendiri ataupun kita membelinya. Membeli saham adalah membeli bisnis
      3. Menghindari kesalahan yang paling fatal dalam membeli bisnis tersebut, yaitu membelinya di saat harganya justru berada di paling tinggi.

      Apakah melakukan DCA termasuk investasi? Jawabannya: IYA. Ben Graham sudah menerangkannya di dalam buku Intelligent Investor. Kalau kita baca buku tersebut, kita akan bisa menemukan mengapa DCA memenuhi 3 kriteria Investasi Graham (ada dijelaskan oleh Graham) 🙂

      Tom bilang kalau definisi “Investasi” Graham tidak real, karena Value Investing sebenarnya hanya dapat berjalan di model world-market kapitalis yang mayoritas pelaku pasarnya spekulator… ITU TIDAK TEPAT 🙂

      Value Investing tetap bisa berjalan bahkan jika semua pelaku pasar berlaku seperti investor yg didefinisikan oleh Graham. Hanya saja, dalam kondisi tersebut, mayoritas orang akan mendapatkan hasil yang tidak jauh berbeda (mudahnya bayangkan kalau semua orang menjalankan DCA saham, dengan index fund yang sama). Kondisi sekarang (dimana banyak spekulator), hanya memberikan ‘bonus’ tambahan 🙂 bagi para investor…

  20. Tom

    Ha ha ha, ketauan deh gak baca bener-2. Bro Edison emang top abiezz!

    Makhtub.. makhtub.. ^:)^

    Sy rasa pasti byk yg setuju kalo bro me-‘ringkas’ buku I-I. Biar kami bacanya lebih enak. :p

  21. Tom

    Btw, maksud gw kapitalis itu sistem ekonomi yg terbuka.. kayanya jargon-nya skrg neo-kapitalis, mr.Budi.

    Apa bisa diterapkan di sistem sosialis? Dan Layak itu seberapa “Layak?” Apa di atas inflasi, ukurannya?

    Trims buat pencerahannya, bro.

  22. Nove

    mungkin kata-kata investornya harus di revisi menjadi trader yang lebih banyak spekulasinya dari pada investnya…

  23. nevets87

    halo salam kenal semua terutama pemilik blog ini
    om edison
    hehehe

    wah si om dah lama bgt ga nongol di kaskus threadnya om yah ????

    mau nanya neh buat master2 yg jago2 di sini yg udah pada grandmaster RD ato semacamnya

    kalo skrg masuk bwt beli RDS ato yg campuran itu bgs ga ?

    saya seh akan DCA dan long term seh
    ampe 10 taon mungkin

    bgs ga kira2 gimana ?

    saya lage nyoba beli mandiri investa atraktif syariah dan mandiri investa berimbang
    lage beli sedang dalam proses katanya 2 minggu baru selesai (bused lama amad, emang kalo beli gitu an ampe 2 minggu gitu yah ??? )

    soalnya baru pertama kale beli RD jadi ga ngerti

    nah itu 2 biji RD prospeknya kira2 gimana ?
    ada opini ato saran please….
    saya bener2 pemula walaupun udah baca blog ini + kaskus nya edison + buku even buffet is’nt perfect + kiyosaki yg judulnya investment.

    tapi prateknya saya blom pernah neh sama sekali
    huhuhuhuuh

    bantu2 saya yah master2

    oh ya 1 hal lg saya beli itu 2 RD karena saya baru nyoba2 aja buka rekening di BSM situ
    blom pernah nyoba yg namanya ada syariah2 gitu.
    jadi ga gitu ngerti.
    baru buka seh.

    help please…

    • Saya bukan grandmaster RD.krn jg baru masuk brp bln. Tp mo coba jwb boleh ga Nevetz?buat belajar2 aku jg. Kl boleh, mnurutku kl mau DCA ya mesti sgera.ga usah liat hrg lg kyk gmn.trus kt lakuin tiap bln. Kl dari yg tempat aku buka Rds,proses pembeliannya ga sampe lama2mingguan gitu.paling lama3hari.itupun krn kepotong hr sabtu minggu lg hr bursa tutup.trus kl mslh syariah ga paham sama skali.ntar tunggu Konobe jwb aja. Hehe… 🙂

    • Halo Nevet, saya sih bukan master, tapi udah beli RD, dari mulai bagus, sampai tahun kemaren yang turun banyak.

      Dengan strategi DCA enggak usah tunggu-tunggu lagi, langsung aja beli. Jenis fund RD yang mau dibeli, nanti dibantu dengan mengisi profile resiko ditempatnya.

      Baca-baca buku penting sekali, juga hadir di seminar tentang investasi. Setelah itu segera berinvestasi

    • san

      hihihi….. akhirnya dirimu masuk sini juga….. dah baca2 artikel disini bro????

      buat investasi kok coba-coba *inget iklan* 😀

      sama kaya felicia, pengalamanku beli RD baik di bank ataupun sekuritas langsung ga sampe bertele-tele berhari2, kalo ga kepotong libur cepet kok, asal pembelian dibawah jam 12 (lupa pastinya), pesenan masih bisa dapet NAB hari itu kok…. 🙂

      belum pernah coba yang syariah, berart pernah coba yang lain???

  24. Baca lg tulisan ini jd bertanya2 sbener Dr Adler tau ga ya bedanya investor&spekulator? atau itu hanya bahasa koran shg memudahkan utk dibaca oleh pembaca (yg sayangnya bukan memudahkan tp mencelakakan)?

  25. Menurut saya itu perbedaan pendapat, orang bebas berpendapat, dan memang kebetulan Adler enggak baca blog ini. Kalau dia baca, Adler dapat memberikan penjelasan.

  26. @Sis Rina

    Kalau saya lebih melihatnya kepada orang-orang terlalu mudah menggunakan dan mengobral kata ‘investor’ dan investasi 🙂

    Pembuktiannya sebenarnya mudah saja. Seperti yang saya tulis, kalau seseorang mengatakan kepada sis, bahwa ia:

    1. Merasa takut karena saham yang dibelinya bergejolak dalam 30 menit pertama bursa dibuka.

    2. Hanya mengandalkan rumor untuk mendapatkan keuntungan dalam ‘bermain’ (???) saham di bursa.

    3. Membeli saham ‘gorengan’ beberapa kali lipat dari dana yang ia miliki, dengan menggunakan margin.

    4. Membeli saham hanya karena harga saham tersebut hari ini sudah turun 20% dan tidak ada kejadian atau rumor jelek beredar yang bisa membuat harga saham tersebut LEBIH turun lagi BESOK.

    5. Membeli saham hari ini, dan berharap bisa menjual saham tersebut besok……

    Maka menurut sis Rina, orang tersebut sedang investasi atau spekulasi?

    • Wah saya blum paham. Berinvestasi di saham juga baru beberapa bulan. Kebetulan buku yang saya baca tidak mengatakan seperti itu. Yang saya tahu, kebanyakan spekulan adalah yang bermain “short selling” (udah beberapa kali dijelasin saya masih kurang paham).

      Dari point 1 sd 4 yang bro Edi tulis diatas tidak pernah saya rasakan, karena saya memang tidak memantaunya setiap hari. Memantau setiap hari pernah saya lakukan dalam kurang lebih seminggu, ternyata pusing, dan setelah itu saya tau bahwa itu bukan karakter saya.

      Point 5, pernah saya lakukan satu kali. Setelah teman saya mengatakan bahwa itu spekulasi, saya berusaha tidak melakukannya lagi.

      Sampai sekarang saya blum paham benar yang namanya investor dan spekulator. Saya berpendapat, tidak bisa hanya membaca dan mendapat ilmu saja, tetapi saya harus merasakan jadi pelaku. Rasanya beda berbicara dengan teori dan berbicara menggabungkan teori dan pengalaman. Nah untuk hal ini saya blum pengalaman di dalam instrumen saham.

  27. Maaf ya kepada teman-teman jika sampai dengan tanggal 26 Mei ini, mungkin saya belum bisa menulis artikel baru. Karena saat ini saya sedang liburan di Inggris bersama teman saya.

    Tadinya saya berpikir kalau saya bisa meluangkan waktu menulis 1 artikel selama saya di Inggris sini, tetapi jadwal saya yang padat di sini sepertinya tidak memungkinkan hal ini…..

    @Aditya: Glory Glory Man United!!! Kemarin di Old Trafford suasananya tidak terbayangkan 🙂 Sorry Liverpool fan, another trophyless season for you.. hahaha

  28. Selamat bersenang-senang bro, hati-hati di jalan dan jangan lupa bawa oleh-olehnya ke acara ulangtahun JS 🙂

  29. munhar

    http://www.satupesan.com
    Lihat Pergerakan saham real time gratis and Forum Saham Bisa langsung chat, BAru Lounching buruan Kunjungi

  30. toto_lutu

    Jawaban kalau belum baca buku Intelligent Investor:

    1. Merasa takut karena saham yang dibelinya bergejolak dalam 30 menit pertama bursa dibuka.

    Jika keputusan membeli saham melalui tahap analisa yg mendalam maka kondisi di atas tidak menjadi relevan.

    2. Hanya mengandalkan rumor untuk mendapatkan keuntungan dalam ‘bermain’ (???) saham di bursa.

    Merupakan ciri khas seorang yg hanya ‘ikut-ikutan’. Bahkan penjudi sekalipun tidak akan bergantung pada rumor.

    3. Membeli saham ‘gorengan’ beberapa kali lipat dari dana yang ia miliki, dengan menggunakan margin.

    Jika tahap analisa yg mendalam telah dilalui maka menggunakan margin atau tidak, saham ‘gorengan’ atau bukan sepertinya tidak menjadi masalah, tapi klausul di dalam penggunaan margin itu sendiri yg dapat menimbulkan masalah.

    4. Membeli saham hanya karena harga saham tersebut hari ini sudah turun 20% dan tidak ada kejadian atau rumor jelek beredar yang bisa membuat harga saham tersebut LEBIH turun lagi BESOK.

    Tidak menukan kata yg tepat selain spekulasi.

    5. Membeli saham hari ini, dan berharap bisa menjual saham tersebut besok……

    Sangat spekulatif, bahkan lebih buruk dari menebak skor bola.. ;P

    Spekulatif kata sifatnya.
    Spekulasi kegiatannya.
    Spekulator pelakunya.

  31. Terima kasih, saya sudah baca tentang margin. Saya mulai paham, sebab teman saya sebut saja si A merugi 1M dengan cara seperti ini. Dia tidak menggunakan kata margin sih. Satu teman sebut saja si B, dia mengatakan “abis-abisan”. B juga tidak menggunakan kata margin, tapi katanya dipinjemin brokernya.

    Penting buat saya bila melakukaan kesalahan yang tidak dimengerti kemudian akhirnya mengerti. Berarti kesalahan itu tidak boleh dilakukan lagi.

    Allhamdullilah saya tidak melakukan itu. Thanks edukasinya, tentunya sangat perlu saya ketahui, yang mana yang “halal” yang mana yang “haram”.

  32. Tom

    sori OOT:

    ada yg pernah mendengar “Membeli Property tanpa modal..” yg lagi banyak seminarnya.

    walaupun uda ada persepsi, sy ingin konfirmasi dulu. ada yang tau jelas mengenai topic ini? tolong di-share ya?

    trims.

    • Saya pernah dengar dan ada teman yang berhasil dengan itu. cuma detailnya enggak tau, karena waktu itu saya tidak tertarik dengan bisnis itu. kedengarannya banyak gamblingnya.

    • konobe

      AFAIK, term ini maksudnya lebih pada membeli properti untuk investasi atau diusahakan lagi.

      Contoh yang saya tahu misalnya: A beli ruko dengan cara meminjam pada Bank. Modal 20%-30% yang biasanya harus disediakan ternyata tidak diperlukan, karena pihak Bank melakukan penilaian di atas harga jual yang sesungguhnya. Jadi seluruh pembelian secara tidak langsung justru ditanggung semua oleh Bank. Lalu A juga tidak perlu mengeluarkan uang untuk cicilan karena properti tersebut langsung menghasilkan karena disewakan/langsung dijual kembali. Hingga setelah dihitung-hitung A memang tidak mengeluarkan modal atau modalnya relatif sedikit sekali.

      CMIIW.. mungkin ada yang lebih jelas dan pernah praktek?

      • Sharing sedikit tentang kontrak mengontrak. Ortuku sejak pensiun (sudah 17 tahun) sebagian biaya hidupnya dari hasil sewa kontrak rumah dilokasi yang sangat strategis. Kalau dihitung-hitung kontrak rumah/ruko atau apapun, biasanya harga sewa 5% dari harga property, jarang yang bisa sampai 10%. Nah seandainya seperti ini, apa bisa uang sewa untuk membayar cicilan ke Bank?

    • Tau jelas banget sih ga pak Tom, tapi saya ada pernah baca buku dan ikut seminar pak Tung mengenai topik ini. walaupun saya belum mencoba untuk melakukannya. ada beberapa strategi dalam membeli properti tanpa modal tapi intinya membeli properti dengan uang orang lain misalnya bank dan menggunakan uang sewa dari penyewa properti kita untuk membayar kredit properti tersebut. untuk melakukan strategi ini maka diperlukan pengetahuan apakah properti itu pasti ada yang menyewa. Bagusnya adalah membeli properti 2nd yang pemiliknya udah bosen ngurusnya jadi dijual harga murah dan udah ada penyewanya. Hal ini lebih mudah dilakukan jika kita sudah punya properti/aset lain yang bisa dijadikan jaminan bagi bank. bank kan biasanya pasti tidak mau memberi pinjaman 100% dari nilai harga properti tsb. kayaknya biasanya maksimal 80%. nah kekurangan uang itu, jika tanpa modal bisa kita dapatkan dgn misalnya menggunakan kartu kredit atau cara-cara lain. mungkin referensi buku ini bisa membantu pengetahuan ttg topik ini: “Bagaimana uang pinjaman membuat anda kaya dalam real estat” karangan Tyler G.Hicks

    • san

      pas banget tadi baru japri ma Felicia soal properti, iseng2 mampir sini…. kirain cuma diwilayahku aja yang lagi “demam investasi” properti. Ditempatku lagi rame banget “tuan tanah sambilan”. Misalnya si A menjual ladang/sawahnya karena emang lagi kepepet harga Rp. XX. Si B membeli dengan dana sendiri atau patungan dengan kawannya atau pinjam diPegadaian/bank. Tapi si B ini tidak bermaksud untuk menggunakan ladang/sawahnya sebagaimana mestinya (bercocok tanam). Oleh si B, ladang/sawah itu dijual lagi pada si C, tentunya dengan harga lebih mahal (misalnya karena si B tidak dalam keadaan kepepet uang) dan begitu seterusnya. Harga tanah yang tadinya Rp. XX itu kadang dalam waktu singkat bisa naik hingga berlipat2, sehingga kalo dibandingin dengan paper asset, kaya lagi bubble gitu…. 😦

      Sekarang aku juga tertarik buat beli sawah/ladang, bukan pengen ikut2an jadi “tuan tanah sambilan” tapi beneran pengen dipake nyawah, pas liat2, tanya2…. weleh.. *binun* gimana cara membedakan atau menilai harga wajar sawah/ladang itu ya??

      • konobe

        setahu saya harga sawah lebih murah dibandingkan tanah siap bangun tapi tetap menggunakan harga wajar daerah tersebut. lalu juga jenis landscape tanah sawahnya apakah dia ber-trap atau tidak. lalu pinggir jalan atau tidak. ya.. standar lah ya, sama dengan beli tanah biasa.

        o iya, kalau memang niatnya benar-benar untuk nyawah, salah satu yang penting itu air nya, ini kata ibu saya ^^

  33. Tom

    Iya. Saya bingungnya juga di situ.

    1. Setau saya, bank tidaklah bodoh. Kredit yang diberikan biasanya cuma 70% dari nilai pasar “konservatif”.

    2. Menggunakan uang sewa untuk membayar cicilan. Cara yg masuk akal adalah dgn kredit jangka panjang. Tapi ‘sewa’-nya juga berat sekali untuk mengikuti cicilan tesebut.

    3. Belum biaya spt renovasi, maintenance dll.

    Tp kayanya koq yg seminar pede banget ya. Jadi penasaran hehe. Kalo cara Kiyosaki sih tdk bisa diterapkan di Indo.

    Di negara barat yang konsumtif dan gaya hidup kumpul-kebo, memang byk pasangan yg lbh suka sewa rumah drpd kredit jk panjang biar urusan gono-gini nya gak ribet, haha.

    Cuma sebelum sy mem-vonis ‘just another seminar’, pengen juga tau apkh ada yg sy lewatkan. Memang pasti ada ‘term’nya, tp apa ya?

    • konobe

      kalau memang kebetulan bisa ketemu orang yang “BU” dan cukup baik hati, bisa ko. karena jual di bawah harga pasar 🙂

      seinget saya di kaskus ada agen real estate yang buat thread soal jual beli properti ini. dan katanya memang Bank bisa menilai harga yang lebih tinggi dibandingkan nilai jual beli kita yang sesungguhnya.

      memang awalnya aga aneh, karena nilai sewanya ko bisa lumayan. Kalau saya pikir sebenarnya bisa aja. Pertama karena harga jual yang memang dibawah pasaran, hingga cicilan juga lebih rendah. Lalu yang kedua ada beberapa tipe properti yang hasil sewanya cukup bagus seperti kost-kostan, ruko atau apartemen (bisa sampai 10%). Ketiga memang rata-rata yang saya lihat menggunakan kredit jangka panjang.

      CMIIW, karena saya juga jadi tahu karena ada beberapa orang yang share pengalaman ini di milis yang saya ikuti (murni share tanpa niat provokasi ya). Dan cara ini juga bisa diterapkan untuk jual beli kendaraan seken 🙂

    • Kurniawan

      Saya juga punya berapa rumah kos dan rumah sewa, tapi ngak pernah bisa kok uang sewa nutup biaya cicilan. Apalagi kalo bunga kreditnya tinggi di atas 11%. kalau teori si kiyosaki kan 0% dp, ambil max loan dan bunga bank nya tetap, kalau di indo mah 1 taon doang yg tetap.

      Yang saya terapkan sekarang, uang sewa/kos dari 2 rumah cukup untuk bayar cicililan bank rumah baru.

      • konobe

        hehe, emang ga semua pasti bisa. hanya ada beberapa yang memang cukup beruntung untuk bisa. kalau saya lihat memang butuh pencarian yang cukup jeli. dan sangat tergantung juga dengan negosiasi, lokasi, fasilitas dan lainnya. Makanya sampai ada seminar khusus segala karena memang ga semua pasti bisa walaupun sudah ikut seminar berkali-kali 😉

        ortu saya juga punya kost. kalau dihitung2 juga kayanya setahun cuma dapat 5% dri harga, dan kayanya juga susah untuk sistem kredit begitu.

        di indo bisa tetap selama 10-15 taun kalau ambilnya kredit syariah jenis jual beli 🙂

    • iger

      Ikut nimbrung ah…

      Well setahu saya, sebetulnya tidak begitu cara kerjanya. Saya pernah lihat simulasi beli properti dengan sedikit modal seperti ini di luar negeri beberapa waktu lalu, dan yang mereka gunakan saat itu adalah fasilitas interest-only loan dari bank. Jadi simplenya seperti ini:

      (1) Kita membeli satu unit property, katakan seharga 100 juta dengan bunga bank 5%. Uang muka 20% sehingga uang yang perlu dibayar 20 juta.

      (2) Unit ini kita sewakan dengan return 6-7% p.a. cukup untuk membayar bunga bank plus administrasinya. Ini yang harus dipastikan bahwa rate sewa di atas rate bunga bank, jadi selama unit itu tersewa terus, kita bisa membayar cicilan interest-only loan (tidak perlu membayar principalnya).

      (3) Setelah 3-4 tahun pada saat harga tanah mengalami kenaikan, unit ini naik misalnya menjadi 140 juta. Kita jual unit ini dan kita mendapat capital gain 40 juta. Ingat modal awal kita hanya 20 juta, jadi kita memperoleh keuntungan 200% dalam 3-4 tahun. Cukup menarik kan ?

      Saya tidak tahu apakah interest-only loan ditawarkan di bank di Indonesia, mungkin bung Edison or konobe lebih tahu. Tapi kalau iya, ini sangat menarik karena 100% legal dan tidak ada praktek yang melanggar seperti penilaian bank di atas harga jual dsb.

      Salam JS…

      • Hai Bro Iger…. berarti kurang cocok kalau untuk di Indonesia. Pinjaman bank antara 13%- 17%. Harga sewa property selama pengalaman saya rata-rata 5%, kalau beruntung bisa 6-7%. Dengan cara beli properti dalam konteks pembicaraan kita berarti nombok 8-10%.

        Bener sih kata Bro Kurniawan, dari 2 properti baru bisa bayar untuk cicilan, dan masih mungkin nombok.

        Saya sebenernya pernah ikut seminarnya, tapi karena yang berbicara orang singapore dengan menggunakan Inggris sing, gk ngerti deh…hehehe

  34. Tom

    Thx ya buat respons-nya yg cepat, rina, konobe, felicia, san. Mgkn gw mesti ikut seminar nih hehe.

    • San

      Nanti di share disini ya hasil seminarnya? buat nambah2 ilmu yg masih nubie

    • wah, kalo ketemu banyak orang yang suka seminar kayak gini, pasti tukang seminarnya semangat banget, hehehe…
      jadi bisnis baru yang lama, bisnis seminar…
      hehehe…
      kalo aku nunggu yang no-load ama low cost seminar aja ah…
      hehehe…

  35. putrie_kmps

    wah kok jadi bahas property…
    Ada yang mau jual rumah ga? saya mau beli tapi yang murah meriah ya….

  36. Jadi pada ngomongin investasi rumah ‘tanpa modal’…. 🙂

    OK, jadi begini…

    Di Amerika, tempo KPR yang kita ambil itu sangat panjang, bisa mencapai 30 tahun. Ini membuat cicilan per bulannya menjadi relatif sangat kecil (karena dicicil selama 30 tahun).

    Selain itu, seperti yang pernah saya ceritakan, sekitar tahun 2002, untuk menstimulasi perekonomian Amerika, Fed Rate dengan agresif menurunkan suku bunga. Akibatnya cicilan yang dibayar utk KPR itu semakin kecil….

    Ada faktor lain juga yang berpengaruh, yaitu agresifnya bank dalam mengucurkan KPR, dan sekuritisasi hutang KPR. Ini pernah saya ceritakan dalam artikel seri “Krisis Kredit Amerika, Kisah Kegagalan Sektor Finansial”. Bank-bank berlomba menawarkan berbagai produk KPR yg ‘eksotis’.

    Ada KPR dimana bank mengeluarkan 100% dana utk pembelian properti (alias no down payment). Bahkan juga KPR ‘pilih sendiri cicilanmu’ di mana orang bisa memilih sendiri cicilan yg bisa dibayarnya… Terkadang cicilan yg dipilih itu begitu kecil sehingga bahkan tidak mencukupi utk membayar bunga dari KPR, alias hutang KPR orang tersebut bukannya semakin menurun setelah dicicil, malahan semakin membengkak….

    Faktor-faktor yg saya ceritakan di atas itu, merupakan penyebab mengapa DAHULU di Amerika sana, orang bisa membeli dan mengambil keuntungan dari properti ‘tanpa modal’…. Harapan orang-orang tersebut hanyalah utk memegang rumah 1-2 tahun sebelum dijual lagi…

    TETAPI, seperti yg kita ketahui sekarang, tindakan-tindakan di atas membuat spekulasi properti menggila. Begitu bubble properti meletus, kita bisa lihat sendiri berapa banyak orang yang ‘nyangkut’.

    Mayoritas orang yang terjerat bubble properti bukanlah orang yang membeli rumah dengan KPR utk ditinggali, tetapi justru yang membeli properti dengan KPR ‘eksotis’ utk spekulasi seperti di atas.

    Saya malah kadang punya pikiran lucu, ‘jangan jangan Kiyosaki juga banyak nyangkut di sini..’ hahaha

    Kembali ke Indonesia…

    Faktor-faktor di atas yang memungkinkan utk invest properti ‘tanpa modal’ seperti di Amerika, tidak bisa kita temukan di Indonesia. Terlebih lagi mengingat tingkat inflasi kita yang relatif tinggi, sehingga bunga pun relatif tinggi dibandingkan Amerika.

    Akan ada 1-2 kasus di mana kita bisa mendapatkan properti yang sangat murah (karena sebab tertentu), tetapi menurut hemat saya ini tidak akan bisa dilakukan oleh setiap orang, dan tetap akan membutuhkan modal…

    • san

      wah………… akhirnya punya waktu juga buat liat2 blog dan Bung Edison bisa kasih komen, ga tanggung2 cuy…. panjang bener n borongan semua bagian dapet respon, lol… bayar utang nih???

      jadi krisis KPR kayak di US sana, rada susah terjadi ya diIndonesia??? alhamdulillah… mudah2an ga ikut2an trend Amrik deh.. hihiiihii….

  37. Emangnya Konobe tadi bawa laptop baru yah? Asyiiiiiiiiiik

  38. Tom

    Konobe beli laptop diam-2 aja ni? 🙂 Congrats yaa..

  39. rougequant

    Bung Edison…
    Prof. Dr. Adler H. Manurung, S.H., M.E., M.Comm., ChFC., RFC. (mana CFA-nya) udah ganti profesi sekarang 🙂
    mungkin adanya PT. Adler Manurung Press bisa menjelaskan semuanya….

  40. Tom

    Konobe, San, Putrie, War_No, Felicia

    Macam yang punya pabrik laptop saya sendiri. Zaman sekarang, jualan mah semua juga sudah harga teman, bahkan harga adik-kakak hehe…

    Dan sori, tidak ada lowongan buat kalian. Bukan apa, gak kuat gaji-nya hehe.. Lagian masa’ para begawan ekonomi jualan laptop… oalah. 🙂

    • San

      Weh, begawan ekonomi? dibandingin ninja hatori aja ga nyampe 😀
      Balik lagi, zaman skrg tom, krisis, byk phk cari kerja susah, apa aja jadi deh *maksa mode:on* kemarin sempet cek warungmu, mau tanya2 diweb, tapi sales clerk nya lg cuti ya, alias offline 😦
      Bung Edi sori jadi kontak Tom disini

  41. Tom

    @San
    sorry San, ada perlu apa ya? shop nya cuma open 10.0 – 18.0. kl ada perlu bisa ke ym saya: tomhardi . thx.

  42. Ste

    Salam untuk para bloger dan moderator.
    Setelah g baca opini diatas, g mendapat cukup wawasan.
    Kl menurut g, investor adalah pelaku pasar yg membeli suatu saham dalam jangka waktu tertentu yg memiliki tingkat frekuensinya kecil pembelian suatu saham, misalnya dalam satu hari bahkan beberapa detik langsung menjual saham yg sudah profitable. Kalau spekulator memiliki frekuensi belinya lebih banyak, mungkin melakukan jual beli suatu saham 2, 3 bahkan lebih dalam satu hari misalnya, dalam kondisi rugi pun dijual lalu dipindahkan ke emiten lain untuk mendapatkan profit yg dpt menutup kerugian pada pembelian saham emiten sebelumnya.
    Persamaanya, sama2 menggunakan analisa.
    Jadi pelaku pasar yg membeli tidak didasari analisa, itu g golongkan sebagai penjudi.

    • Hai… semua…udah lama enggak mampir…. mo minta pendapat nih, saham saya udah turun 20%. Sebaiknya gimana nih? Saham yang saya punya sahamnya BNBR & BTEL. Kalau yang lain ada juga yang turun, tapi tidak terlalu khawatir.

      Saya jadi khawatir setelah ikut acaranya investment plan day nya mandiri. Kan disebutin disitu, kalau untuk saham2 Bakri digunakan sebagai trading saja…. kumaha nih?

      • putrie_kmps

        Bu rina,,,

        Sebelum saya coba jawab, udah daftar belum untuk tgl 31 🙂

        Itu turun 20% sejak kapan bu? Dana yang dipakai awlanya untuk investasi atau trading?
        Ko untuk investasi tujuan apa (target return dan jangka waktu) jika masih jauh ya biarin aja….
        Saham Bakrie memang sering untuk trading (gampang naik dan gampang turun)

  43. Untuk tanggal 31 saya sudah berbincang-bincang dengan bro Edison.

    Karena saya memang baru membeli saham, saya blum bisa banget untuk analisa2, saya lebih sering ikutin saran dari brokernya. Belinya kira-kira 3 minggu lalu, sebanyak 600 lot. 300 lot sudh cut lost di 10%. Saya juga ada BLTA sama tuh udah turun 20% nan. Sekarang masih ada, saya enggak mau panic selling. Menurut pakar-pakar disini kumaha tuh?

    • konobe

      wah Bu, kalau memang untuk trading, bagusnya emang memang belajar teknik yang sesuai sebelum masuk. Atau mungkin coba simulasi dulu, biar ga gampang kena panic selling.

      Baik investor maupun trader di awal memang bakal sport jantung sih, karena ga biasa dengan Mr Market atau baru penyesuaian. Tapi kalo dah biasa akan lebih santai lah. Terutama investor ya, karena punya dasar yang kuat sekali untuk megang saham tertentu (ini baru aja jadi pelajaran besar buat saya ^^)

      saya pikir sih, mending hold aja dulu. at least sampai untung. kalo broker emang kadang suka gitu. Soalnya dia kan dapat fee kalau kita transaksi. Jadi ada semacam conflict of interest. Cuma, emang yang ibu pegang rata2 saham bakrie ya? wah.. siap-siap banyak sport jantung ya Bu 😀

  44. Aku sih gk tau juga yah, tapi kayaknya brokerku enggak hanya ingin dapat fee nya, karena dia juga kedengarannya panik. Mungkin dia jadi ngerasa enggak enak karena saya direkomendasi dari temennya.

    Sahamku yg 2 macam punya bakri, tp yang lain ada elsa dan bumi. Sisanya yang bakrie gk aku jual dulu, biar aja sampai nanti ada profit.

    Thanks sarannya

  45. INdra

    Om edyson. Mau tanya. Kalau perusahaan2 securitas itu melakukan Investasi apa Spekulasi ya? Kalau mengikuti cara yang di maksud Om Ben Graham, berarti harus long term investment kan? Kalau begitu perusahaan2 securitas bisa pada bangkrut donk? Karena (kalau ga salah) kebanyakan dari perusahaan tsb untung dari short term trading kan? Atau saya salah? Mohon di koreksi. Thanks

  46. Lho, bukannya securitas itu kepanjangan tangan dari pembeli/penjual saham/efek? jadi yang investasi atau spekulasi itu bukannya penjual/pembelinya?
    mungkin para penulis, bisa dipikirkan untuk menulis artikel dasar tentang transaksi di bursa saham, nih.
    biar saya lebih “terang” lagi…
    hehehe…

  47. Rina DL

    Beruntunglah pembelajaran saya di bursa saham sudah cukup. Sekarang tetap setia dengan RD dg strategi DCAm

Leave a comment